1. Kematian suami
Barangsiapa yang ditinggal mati suaminya, maka, iddahnya empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri ataupun belum. Hal ini mengacu pada firman Allah SWT yang artinya:”Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.” (Qs: Al-Baqarah : 234).
Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallohu ‘anha,beliau berkata ” kami kaum wanita dilarang untuk melakukan iddah (berkabung) terhadap mayyit lebih dari 3 hari, kecuali atas suami, yakni 4 bulan 10 hari. Tidak boleh memakai celak, dilarang memakai parfum, dilarang memakai pakaian yang dicelup warna-warni kecuali pakaian ‘ashob (jenis kain dari Yaman, yang dicelup sebagiannya, sebagiannya tidak dicelup/masih berwarna putih), dan kami diberi rukhsoh ketika bersuci dari haid (maksudnya saat mandi suci) untuk menggunakan sedikit wewangian -sedikit saja- dari 2 macam dupa yang ma’ruf dan kami tidak mengantar jenazah.” (HR. Bukhori dan Muslim).
2. Belum dicampuri
Wanita yang ditalak sebelum sempat dicampuri, maka tidak ada masa iddahbaginya, berdasarkan pada firmannya Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, ’apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta, menyempurnakannya.” (Qs: Al-Ahzaab: 49).
Ayat yang mulia ini mengandung sejumlah hukum yang diantaranya ialah pembatalan pernikahan karena akad semata. Didalam Al-Qur’an tidak ada ayat mengenai hal ini sejelas ayat diatas. Para ulama ber-ikhtilaf mengenai nikah ini, apakah yang dimaksud oleh nikah itu hakikat akad semata, atau jima’, atau akad dan jima’.
Al-Qur’an menggunakan istilah nikah untuk merujuk kepada akad lalu jima’. Sedangkan dalam ayat ini, nikah berarti akad nikah semata. Hal ini berdasar firman Alloh, “…apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu menceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya…” Ayat ini membolehkan untuk mencerai wanita sebelum dicampuri. Demikianlah menurut kesepakatan para ‘Ulama.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa talak hanya ada bila ada akad nikah. Dalilnya, adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia tidak memiliki talak atas sesuatu yang tidak dimilikinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah ; dihasankan oleh Tirmidzi).
3. Sudah di campuri tetapi dalam keadan hamil
Wanita yang ditalak yang sebelumnya sempat dikumpuli dan dalam keadaan hamil maka, masa iddahnya ialah ia melahirkan anak yang diakndungnya. Allah SWT berfirman, ”Dan wanita-wanita hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (Qs: At-Thalaq: 4).
Dari az-Zubair bin al-Awwam r.a. bahwa ia mempunyai isteri bernama Ummu Kultsum bin ’Uqbah radhiyallahu ’anha. Kemudian Ummu Kultsum yang sedang hamil berkata kepadanya, ”Tenanglah jiwaku (dengan dijatuhi talak satu).” Maka az-Zubir pun menjatuhkan padanya talak satu. Lalu dia keluar pergi mengerjakan shalat, sekembalinya (dari shalat) ternyata isterinya sudah melahirkan. Kemudian az-Zubir berkata: ”Gerangan apakah yang menyebabkan ia menipuku, semoga Allah menipunya (juga).” Kemudian dia datang kepada Nabi saw lalu beliau bersabda kepadanya, ”Kitabullah sudah menetapkan waktunya; lamarlah (lagi) di kepada dirinya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1546 dan Ibnu Majah I:653 no:2026).
4. Sudah dicampuri tidak dalam keadaan hamil, dan telah terhenti haidnya
Iddah bagi wanita ini ialah tiga quru’, adapun dasar hukumnya adalah firman Allah SWT. Dalam surat Al Baqoroh : 228 yang artinya: “Perempuan – perempuan yang bercerai dari suaminya hendaklah beriddah selama tiga quru’.
Ulama hanafiyah dan Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terakhir berpendapat bahwa quru’ itu berarti haid. Dengan demikian, iddah perempuan adalah tiga kali haid. Petunjuk yang digunakan ulama ini dalam memahami lafaz quru’ itu dengan haid diantaranya adalah Surat At-Thalaq : 4 yang artinya: “Perempuan yang telah putus asa untuk haid diantara perempuanmu jika kamu ragu iddahnya adalah tiga bulan, demikian pula perempuan yang tidak haid.”
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa orang yang sudah tidak haid lagi iddahnya diperhitungkan dengan bulan, yaitu tiga bulan. Kalau begitu bia dia masih haid, maka iddahnya adalah tiga kali haid.
5. Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan hamil, dan masih dalam masa haid.
Demikianlah beberapa bentuk iddah dalam perkawinan, semuga bisa memberikan pencerahan kepada semua umat manusia yang telah menikah maupun yang belum menikah, dan jika ada kekurangan mohon dilengkapi.
0 komentar:
Posting Komentar