A. M. ABDUH
1. Pemikiran-pemikiran Kalam M. Abduh
a. Kedudukan akal dan fungsi wahyu
Ada dua pendapat persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran
M. Abduh, yaitu :
M. Abduh, yaitu :
o Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama yakni dengan memahami langsung dari umber pokoknya, Al-Qur’an.
o Memperbaiki daya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media masa.
b. Kebebasan manusia dan fatalisme
Bagi M. Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga mempumyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia, namun tidak mempunyai kebebasan absolut.
c. Sifat-sifat Tuhan
Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
d. Kehendak mutlak Tuhan
Tuhan tidak bersifat mutlak.
e. Keadilan Tuhan
Sifat ketidak adilan Tuhan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaa alam semesta.
f. Antrofomorfisme
Tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau ruh makhluk di alam ini.
g. Melihat Tuhan
Kesanggupan melihat Tuhan hanya dianugerahkan kepada orang-orang tertentu di akhirat.
h. Perbuatan Tuhan
B. SYAYYID AHMAD KHAN
1. Pemikiran-pemikiran Kalam Syayyid Ahmad Khan
a. Kedudukan Akal
Akal bukanlah segalanya dan kekuatan akalpun terbatas.
b. Kebebasan Manusia
o Manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan.
o Ahmad Khan menolak adanya taklid percaya adanya hukum alam.
C. M. IQBAL
1. Pemikiran-pemikiran Kalam M. Iqbal
a. Hakekat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik). Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan, dan kebebasan serta kemerdekaan”.
b. Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, M. Iqbal menolak argumen kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak argumen teologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian ia menerima landasan teologis yang imanen (tetap ada).
c. Jati Diri Manusia
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan jiwa sehingga fana dengan Allah.
d. Surga dan neraka.
Surga dan neraka adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al Qur’an adalah penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, yaitu sifatnya.
0 komentar:
Posting Komentar