A. Socrates
Socrates seorang pemikir filsafat yang kontroversial. Dia dianggap “sinting” dan dimusuhi orang banyak. Salah satu “kesintingannya” dibuktikan oleh perilakunya yang membawa obor pada siang hari bolong, berkeliling pasar dengan bertanya kepada orang-orang dengan pertanyaan: “tahukah kamu di mana kebenaran itu berda?”.
Inti dari ajaran Socrates adalah bahwa anggapan jiwa atau hidup manusia bukanlah sekedar nafas, melainkan sesuatu yang memiliki arti lebih dalam lagi yang menjadikan jiwa sebagai inti sari manusia. Dengan demikian esensi dari manusia adalah pribadi yang bertanggung jawab. Makna bertanggung jawab inilah yang membedakan manusia dengan binatang.
Bartens (1975: 85-92) menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu ditujukan untuk menantang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama. Tetapi kalau dipandang sepintas lalu, Socrates tidaklah banyak berbeda dengan orang-orang sofis. Sama dengan orang sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari-hari. Akan tetapi ada perbedaan yang amat penting antara orang sofis dan Socrates: Socrates tidak menyetujui relativisme kaum sofis.
B. Plato
Banyak orang pasti mengenal Plato. Dialah seorang filosof Barat yang paling populer dan dihormati di antara filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi perkembangan filsafat dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir zaman keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di Athena.
Ada pula yang mengatakan bahwa Plato adalah salah seorang murid Socrates, memperkuat pendapat gutu itu. Menurut Plato, kebenaran umum itu bukan dibuta dengan cara dialog yang induktif seperti pada Socrates; pengertian umum itu sudah tersedia di “sana” di dalam idea. Definisi pada Socrates dapat saja diartikan tidak memiliki realitas. Nah, menurut Plato esesnsi itu mempunyai realitas. Realitasnya, ya, di dalam idea itu.
Pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah mengajarinya selama 8 tahun. Hingga saat sang guru diadili dan dihukum, ia masih berusia 28 tahun. Setelah Socrates meninggal pada tahun 399 SM, karena terancam jiwanya akibat perang saudara kaum aristokrat dan kaum moderat serta diliputi kesedihan sepeninggal gurunya, Plato meninggalkan Athena bersama sahabat-sahabatnya. Mulai saat itulah ia melakukan perjalanan ‘filosofi’ ke berbagai kota. Hingga saat ia kembali ke Athena, ia membeli beberapa lahan di luar benteng kota Athena yang dikenal dengan nama Grove of Academus (Hutan Academus). Di sinilah awal dari tumbuhnya sekolah yang terkenal yang dinamakan Akademi. Akademi ini merupakan cikal bakal universitas Abad Pertengahan dan Abad Modern yang selama 900 tahun menjadi sekolah yang mengagumkan di seluruh dunia.
Teori Idea
Plato memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur bagi setiap pemahaman. Ia seorang rasionalis seperti halnya Socrates. Realitas pada dasarnya terbagi ke dalam realitas yang dapat ditangkap oleh indera (kasat mata) dan realitas yang hanya dapat dipahami oleh akal. Segala yang nyata dalam alam bersifat mengalir, dapat hancur, dapat terkikis oleh waktu, karena terbuat dari materi yang dapat ditangkap oleh indera. Ini dikenal dengan sebutan dunia materi. Sedangkan ada realitas di balik dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-pola yang kekal dan abadi tak terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide. Dunia ide ini hanya dapat ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang sebenarnya.
Plato dengan ajaran idea yang lepas dari objek, yang berada di alam idea, bukan hasil abstraksi seperti Socrates, jelas memperkuat posisi Socrates dalam menghadapi sofisme. Bagi Plato bahwa selai kebenaran yang umum itu ada kebenaran juga yang khusus, yaitu “kongkreteasi” idea di alam ini. “Kucing” di alam idea berlaku umu, kebenaran umum; “kucing di rumah saya” adalah kucing yang khusus, kebenaran khusus.
Ide Kebahagiaan
Boleh dikatakan bahwa Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan kesenangan karena kesenangan hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah semata.
Harmoni Tripartit
Harmoni atau keseimbangan pemenuhan di antaranya dengan akal sebagai pengarah rohani dan nafsu maka seseorang bisa memuaskan sifat alami manusia yang kompleks. Dan jika setiap elemen mampu berfungsi dalam kapasitas dan perannya masing-masing sesuai dengan bangunan diri, maka kehidupan orang seperti ini bisa dikatakan bijak dan mengalami keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya menjadi ketenteraman dan kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan tak rasional jiwa inilah yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap moral, moralitas seseorang.
Sebagai gambaran misalkan ketika fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai pengendali elemen jiwa lain, maka akal akan menampilkan kebajikannya, yakni dalam bentuk kebijaksanaan. Pada saat elemen roh menunjukkan fungsi kebencian, ambisi, maupun heroiknya dalam batas-batas tertentu, maka elemen ini menunjukkan bentuk keberanian. Berani dalam cinta, perang, maupun dalam persaingan. Elemen nafsu yang menampilkan fungsinya secara benar, maka akan menunjukkan kebajikan karakternya, yakni kendali diri. Yakni dengan menjaga kepuasan jasmaniah pada batas-batasnya. Keseimbangan ketiga karakter kebajikan tersebutlah yang mampu mengantar pada ide kebahagiaan.
C. Aristoteles
Aristoteles adalah seorang biologist, seorang yang sangat empiris, percaya pada hal-hal natural dan riil. Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidang-bidang ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to earh. Bagi Aristoteles, psikologi adalah ilmu tentang soul. Soul menjadi bagian vital dari individu, menggerakkan, mengarahkan perkembangan organisma, dan mengaktualisasikan organisma menjadi eksistensinya yang sekarang. The soul is the form.
Di dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logikanya disebut logika tradisional katena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut logika formal.
Bila orangorang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysicsmengatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran (Mayer: 152). Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan form itu bersatu; matter memberikan substansi sesuatu, form itu membrikan pembungkusnya.
Namun, ada substansi yang murni form, tanpa potenteality, jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan sebagai penyebab gerak. Tuhan bagi Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan (tidak memperdulikan) alam ini. Ia bukan persona. Ia tidak memperhatikan do’a dan keingingan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran itu (Mayer: 159).
Struktur dan Fungsi dari Rational/Human soul.
· Perception-the starting point of knowledge-has to do with form, not matter. Contoh : yang dilihat adalah lemari, bukan kayu.
· The Special Senses, setiap indera memfokuskan diri pada karakteristik khas dari suatu obyek. Bagi Aristoteles, indera kita menangkap karakteristik tersebut dan mencatatnya dalam benak kita, seperti apa adanya.
· The Interior Senses, bagian penginderaan yang terletak di dalam benak kita, tidak berhubungan dengan dunia luar, namun masih memiliki kontak dengan pengalaman sensasi.
· Common Sense, bagian yang mengintegrasikan berbagai sensasi yang kita terima sehingga menjadi suatu gambaran utuh dan terintegrasi mengenai dunia kita, terletak di hati. Common sense dan imagination membentuk penilaian kita yang akhirnya membantu kita menginterpretasikan
pengalaman inderawi kita.
pengalaman inderawi kita.
· Memory, image yang utuh mengenai obyek sampai ke memory dan disimpan di sana. Fungsi utama memory adalah merepresentasikan kembali obyek tersebut, tanpa harus disertai kehadiran riil dari obyek nyata tersebut. Juga menghasilkan judgement, perasaan suka/tidak suka yang akhirnya akan mendorong munculnya perilaku.
· Mind, bagian yang paling rational, hanya dimiliki oleh manusia. Jadi pada binatang, informasi hanya sampai pada memory. Mind berfungsi untuk membentuk abstraksi dari representasi-representasi obyek yang sampai ke memory. Dengan kata lain, membentuk pengetahuan (knowledge).
· Passive mind adalah potensial, tidak memiliki karakter tersendiri. Apa yang ada di dalamnya baru teraktualisasi menjadi pengetahuan melalui active mind. Active mind bergerak mengolah isi dari passive mind, abadi, dan kekal. Bagian ini tidak tergantung dari tubuh dan ada pada semua manusia.
Refrensi
· Bertens, K. 1975. Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales ke Aristoteles. Yogyakarta: Kanisius.
· Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
· Tafsir, Ahmad –Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra), Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 1990.
0 komentar:
Posting Komentar