Sebuah pertanyaan muncul dalam diskusi di sebuah milis dan saya tertarik untuk menanggapinya dalam sebuah tulisan yang agak panjang terpisah dari jawaban singkat saya pada si penanya. Si penanya ini protes pada pernyataan saya bahwa Allah mengakui agama-agama lain sebagai agama yang diturunkanNya, selain Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad. Sedangkan menurutnya agama Islam itu hanya satu yaitu agama yang disampaikan pada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad, meski ia tidak menyebutkan tentang perbedaan ‘versi’ agama Islam dari masing-masing nabi. Jawaban singkat saya adalah : “Lha yang disebut Ahli Kitab itu siapa Kang ? Apa suku-suku terpencil di seluruh dunia ini tidak mendapatkan petunjuk (agama) dari Tuhan? Lantas Anda sebut apa petunjuk tersebut? Apa sih konsep ‘Agama’ dalam benak Anda?”
Tentu saja ini jawaban yang jauh dari memuaskan dan memang tidak menjelaskan tentang apa itu ‘agama’ dan apa itu ‘Islam’. Bagaimana menurut Anda, apakah menurut Anda agama Islam itu hanya bisa disematkan pada agama yang disampaikan pada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saja (dan agama-agama lain adalah agama ‘non-Islam’ dalam kriteria ini)? Bagaimana menurut Anda, apakah Tuhan hanya menurunkan SATU ‘agama’ (jalan. Maksudnya jalan hidup atau jalan yang harus ditempuh oleh manusia sepanjang hidupnya atau jalan yang menghubungkan antara sumber dan tujuan hidup manusia, atau jalan yang menunjukkan darimana, bagaimana dan hendak kemana hidup manusia di dunia ini, saja atau menurunkan BANYAK ‘agama’ (jalan hidup) di dunia ini sejak adanya manusia di bumi sampai sekarang?
Mari kita bedah dulu pernyataan si penanya. Menurutnya Allah hanya menurunkan satu agama :Islam, yaitu agamanya Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan Muhammad SAW.” Mungkin maksudnya adalah bahwa semua agama yang diturunkan oleh Allah kepada semua nabinya (jadi tidak terbatas pada ke empat nabi yang disebutkan oleh si penanya) disebut agama Islam, yang artinya adalah jalan keselamatan. Yaitu sebuah petunjuk dan tuntunan agar manusia bisa mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat.
Karena Allah adalah Maha Adil maka tentu saja Ia tidak akan mengazab siapa pun sebelum diutus rasul kepada mereka yang menjelaskan kebenaran yang harus mereka ikuti dan kebatilan yang mesti mereka hindari. Oleh karenanya untuk setiap umat telah diutus pemberi peringatan kepada mereka yang menjelaskan ajaran tauhid dan syariat yang diturunkan untuk mereka. Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47).
Jika kita membatasi ‘Islam’ hanya pada ke empat nabi tersebut maka itu artinya kita tidak mengakui bahwa agama yang diturunkan pada nabi-nabi lain, baik yang disebut di AlQur’an atau pun tidak, adalah agama Islam juga. Tentu saja ini tidak benar. Tentunya semua agama yang dibawa oleh semua nabi dan rasul yang diutus oleh Tuhan masuk dalam kategori agama ‘Islam’ dalam versi yang berbeda-beda. Mari kita lakukan flash-back dulu. Sampai sekarang masih banyak umat Islam yang menyatakan bahwa Adam adalah manusia pertama di dunia. Tentu saja ini tidak benar. Adam bahkan bukan nabi pertama di dunia. Sebelum Nabi Adam ada telah hidup manusia-manusia dalam berbagai komunitas di belahan dunia ini. Adam bukanlah manusia pertama di dunia sehingga otomatis bukan juga nabi pertama di dunia. Lha kalau ada manusia sebelum Adam apakah mereka tidak diberi petunjuk agama oleh Allah agar selamat? Tentu saja setiap umat di dunia ini diberi petunjuk oleh Allah melalui perantaraan orang alim dan bijak yang kita kenal sebagai nabi dan rasul. Dengan demikian berarti telah ada nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum nabi Adam.
Bagaimana mengetahui bahwa Adam bukanlah manusia pertama? Jika kita belajar tentang antropologi, geologi, pertanian atau peternakan maka dengan mudah kita mengetahui bahwa Adam tidak mungkin merupakan manusia pertama di dunia ini. Dalam kisahnya Adam dan anak-anaknya sudah mengenal dan melaksanakan pertanian dan peternakan. Ketika Habil dan Qabil (Abel and Cain) diminta untuk memberikan sesaji, qurban, atau persembahan kepada Tuhan, mereka diminta untuk memberikan hasil kerja mereka yang terbaik. Seperti yang kita baca kisahnya, Habil memberikan domba paling gemuk yang merupakan hasil ternaknya sedangkan Qabil memberikan gandum hasil pertaniannya yang kurang baik kualitasnya. Baca ceritanya di (QS.Al-Maidah:27-31).
Dari cerita ini jelas sekali bahwa mereka hidup di jaman ketika pertanian dan peternakan telah dilakukan dengan baik dan mereka tidak lagi bercocok tanam secara berpindah seperti pada awal pertanian di kenal. Mereka tidak berburu atau memunguti buah-buahan untuk hidup sebagaimana semestinya manusia awal prasejarah hidup. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah “bulan sabit yang subur” di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Sedangkan manusia pertama di dunia diperkirakan berusia puluhan ribu tahun lebih tua dari masa hidup Adam.
Jadi jelas bahwa tidak mungkin Adam adalah manusia pertama. Tentu saja karena untuk bisa menguasai ilmu pertanian dan peternakan manusia membutuhkan waktu ribuan tahun sejak dari manusia mulai memungut buah dan membunuh binatang untuk dimakan. Manusia tidak tiba-tiba menguasai ilmu pertanian dan peternakan. Manusia yang sudah mengenal ilmu pertanian dan peternakan telah melintasi sejarah selama ribuan tahun. Saat ini bahkan masih ada manusia yang hidup dengan cara manusia prasejarah di berbagai pelosok terpencil dunia.
Jadi jika sebelum Adam telah ada komunitas manusia yang diciptakan oleh Tuhan dan kelak di akhirat para manusia tersebut juga akan dimintai pertanggung-jawabannya atas kehidupannya di dunia maka tidak bisa tidak pastilah Tuhan telah memberikan petunjuk (agama) kepada komunitas manusia tersebut agar dapat mengenal Tuhan, percaya akan adanya hari akhir, dan beramal saleh selama hidupnya. Tidak mungkin Allah tidak memberikan petunjuk hidup kepada manusia ciptaannya meski dalam bentuk peraturan yang paling sederhana sekali pun. Pada jaman Adam kita bisa melihat aturan yang ditetapkan oleh Tuhan adalah agar mereka tidak berzina (melainkan kawin dengan pasangannya) dan tidak membunuh sesama manusia. Qabil membunuh Habil dan itu membuatnya menyesal karena itu adalah perbuatan yang melanggar larangan Tuhan. Dari kisah tersebut kita juga melihat bahwa ritual persembahan bagi Tuhan telah ada sejak jaman Adam yang sampai saat ini berevolusi dan kita langgengkan dengan berqurban. Jadi kalau ada sekelompok orang yang melarung sesaji ke Laut Selatan di pulau Jawa maka sebenarnya itu punya akar yang jauh ke masa peradaban awal manusia.
Jadi jelas bahwa Tuhan menurunkan petunjuk dan bimbingan yang kita kenal dengan nama agama sejak menciptakan manusia. Nah! Kira-kira apakah nama agama yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia sebelum Adam tersebut? Ya, benar! Kita menamakannya agama Islam, atau ‘berserah diri kepada Tuhan’. Sedangkan pemeluknya disebut sebagai ‘muslim’ atau ‘orang yang berserah diri’. Petunjuk hidup atau agama yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Adam juga kita sebut agama Islam. Begitu juga kepada semua nabi baik yang kita kenal dan disebut namanya dalam AlQur’an maupun yang tidak kita kenal dan juga tidak disebut dalam AlQur’an, semuanya mendapatkan petunjuk dan bimbingan yang kita sebut sebagai ‘agama Islam’. Tentu saja komunitas-komunitas dan umat-umat tersebut tidak menyebutnya sebagai ‘Islam’. Bahkan umat Nabi Musa dan Nabi Isa tidak menyebut diri mereka sebagai umat Islam atau ‘muslim’. Kita, umat Islamlah, yang menyebut mereka seabgai umat ‘islam’ dan ‘muslim’.
Jadi menurut umat Islam sebetulnya semua agama yang diturunkan oleh Tuhan adalah agama Islam dan pengikut nabi-nabi tersebut disebut ‘muslim’ atau orang yang berserah diri. Hal tersebut dapat kita lihat pada beberapa ayat sbb : (Ali Imran:67) Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (Al-Maidah:111) Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut ‘Isa yang setia: “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu) (bi-annanaa muslimuuna)”. (Ali Imran:52) Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (bi-annaa muslimuuna). (Adz-Dzariat:35-36) Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman (minal mukminin) yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang berserah diri (minal muslimiin).
Jadi kalau kita merujuk kepada sebuah tuntunan atau aturan hidup yang kita sebut sebagai agama yang diturunkan oleh Tuhan maka nama generik dari agama tersebut adalah agama Islam. Ini kalau kita merujuk kepada sebuah nama generik dari petunjuk dan tuntunan agama dari Tuhan lho! Jadi baik itu penganut agama yang dibawakan oleh Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Sulaiman, Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Muhammad semuanya disebut sebagai ‘muslim’. Sila periksa (Ali Imran:52-67), (Al-Maidah:111), dan (Adz-Dzariat :36). Umat-umat nabi terdahulu disebut ‘muslim’ dalam ayat tersebut.
Tapi kalau kita merujuk kepada tuntunan atau aturan hidup (agama) yang dibawa oleh para nabi atau kelompok umat manusia berdasarkan pembawa syariatnya maka kita akan mendapatkan berbagai ‘merk’ agama atau kelompok. Ada agama /umat Nasrani, ada agama/umat Yahudi, ada Shabiin, ada Hindu, dan berbagai macam agama baik yang disebut dalam AlQur’an maupun yang tidak. Jadi meski sama-sama disebut muslim tapi mereka juga disebut berdasarkan panutan(nabi)nya. Dan berbeda panutan atau nabi berbeda juga sebutan kaumnya. Disinilah kita melihat mereka disebut sebagai Kaum Luth, Kaum Yahudi, Nasrani dan penganut Nabi Muhammad tetap disebut sebagai Islam. Kenapa bisa berbeda? Jangankan berbeda nabi, sedangkan yang nabinya sama pun bisa berbeda-beda kelompok dan sebutannya. Ada Islam Syi’ah, Sunni, Ahmadiyah, Kristen, Katolik, Mormon, Mahayana, Hinayana, dll.
Jadi sebetulnya hanya ada satu agama dong (dan bukan banyak agama)!
Ya kalau kita bicara tentang nama agama yang diturunkan oleh Tuhan maka hanya ada satu yaitu Islam. Tapi versinya banyak, ada Islam versi sebelum nabi Adam, Islam versi masa Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Selain mereka tentu ada juga agama Islam versi nabi-nabi yang tidak disebutkan dalam AlQuran. Tapi begitu kita bicara tentang Islam ‘versi’ apa maka kita akan merujuk pada umat dari nabi-nabi yang diutus oleh Tuhan seperti agama Yahudi, Nasrani, Shabiin, dll. Karena nabinya berbeda maka versinya juga berbeda dan ritualnya juga berbeda. Yang saya maksud dengan ritual disini adalah tatacara peribadatannya meski disebut dengan nama sama. Ritual ‘sholat’, ‘zakat’, ‘dzikir’, sebenarnya tidak eksklusif untuk peribadatan umat nabi Muhammad saja.
Ya kalau kita bicara tentang nama agama yang diturunkan oleh Tuhan maka hanya ada satu yaitu Islam. Tapi versinya banyak, ada Islam versi sebelum nabi Adam, Islam versi masa Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Selain mereka tentu ada juga agama Islam versi nabi-nabi yang tidak disebutkan dalam AlQuran. Tapi begitu kita bicara tentang Islam ‘versi’ apa maka kita akan merujuk pada umat dari nabi-nabi yang diutus oleh Tuhan seperti agama Yahudi, Nasrani, Shabiin, dll. Karena nabinya berbeda maka versinya juga berbeda dan ritualnya juga berbeda. Yang saya maksud dengan ritual disini adalah tatacara peribadatannya meski disebut dengan nama sama. Ritual ‘sholat’, ‘zakat’, ‘dzikir’, sebenarnya tidak eksklusif untuk peribadatan umat nabi Muhammad saja.
Umat nabi lain juga melakukan sholat, zakat, shaum, dan bahkan berhaji. Tentu saja aturannya berbeda dari satu nabi ke nabi yang lain. Puasa yang dilakukan oleh umat Nabi Daud mestinya berbeda dengan yang dilakukan oleh umat Nabi Isa.
(Hud:87) Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu (ashalatuka) menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (Al-Anfal:35) Sembahyang mereka (shalaatuhum) di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. Periksa juga (Al-Baqarah:43) dan (Ibrahim:37-40). Ritual haji juga sudah dilakukan jauh sebelum Nabi Muhammad.
(Hud:87) Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu (ashalatuka) menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (Al-Anfal:35) Sembahyang mereka (shalaatuhum) di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. Periksa juga (Al-Baqarah:43) dan (Ibrahim:37-40). Ritual haji juga sudah dilakukan jauh sebelum Nabi Muhammad.
Tapi ritual ini meski disebut dengan istilah yang sama (shalat, zakat, haji, puasa) tapi berbeda-beda bentuknya dan tatacaranya. Jadi kita bisa katakan bahwa shalat, zakat dan puasanya umat Nasrani itu berbeda dengan yang diajarkan oleh nabi-nabi sebelum dan sesudahnya. Ritual ini bisa diselewengkan sehingga tidak sesuai dengan aslinya oleh orang yang bukan nabi (bukan utusan Tuhan). Contohnya ya shalat yang cuma siulan tepukan tangan tersebut. Penyelewengan ini dikecam oleh Allah.
Jadi berbagai ‘versi’ Islam itulah yang kita sebut sebagai ‘agama’ sekarang. Islam versi Musa kita sebut Yahudi dan Islam versi Nabi Isa kita sebut Nasrani, dst.
Apakah kita bisa menyebut ‘Shabi’in’ sebagai sebuah versi agama Islam? Tentunya demikian, karena Allah sendiri menyatakan bahwa kaum Shabi’in yang beriman dan beramal saleh juga akan mendapakan balasan surga kelak. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh:62).
Apakah kita bisa menyebut ‘Shabi’in’ sebagai sebuah versi agama Islam? Tentunya demikian, karena Allah sendiri menyatakan bahwa kaum Shabi’in yang beriman dan beramal saleh juga akan mendapakan balasan surga kelak. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh:62).
Jadi SIAPA SAJA (penganut Islam versi apa saja) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, akan dijamin memperoleh pahalanya kelak dari Tuhan, versi apa pun Islam mereka. Dan itu adalah janji dari Tuhan sendiri. Jadi bagaimana menurut Anda, apakah Allah menurunkan hanya SATU agama saja atau Allah justru menurunkan BANYAK SEKALI agama yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi umat manusia pada lokasi dan waktu tertentu.
0 komentar:
Posting Komentar