Kedudukan tauhid dalam ajaran Islam adalah paling sentral dan paling esinsial. secara etemologis, tauhid berarti mengesakan, yaitu mengesakan Allah. formulasi paling pendek dari tauhid itu ialah kalimat thayyibah: la ilaha illa Allah, yang artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan mengatakan "tidak ada Tuhan selain Allah", seorang manusia-tauhid memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau maha pencipta, dana menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya. Karena itu, hubungan manusia dengan Allah tak setara dibandingkan hubungannya dengan sesama makhluk. Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki oleh Allah akan menjadi nilai bagi manusia-tauhid, dan ia tidak akan mau menerima otoritas dan petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk Allah.
Pembebasan manusia
La ilaha illa Allah meniadakan otoritas dan petunjuk yang datang bukan dari Tuhan. Jadi, sesungguhnya kalimat thayyibah merupakan kalimat pembebasan bagi manusia. Seorang manusia-tauhid mengemban tugas untuk melaksanakan tahriru-nas min 'ibadatil ila 'ibadatillah (membebaskan manusia dari menyembah sesama manusia kepada meyembah Allah semata. Dengan Tauhid manusia tidak saja hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang lebih superior terhadap manusia lainnya. Setiap manusia adalah hamba Allah yang berstatus sama. Jika tidak ada manusia yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada manusia lainnya dihadapan Allah, maka juga tidak ada kolektifitas manusia, bai sebagai suatu suku bangsa, yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada suku bangsa atau bangsa lainnya.
Komitmen dan Misi Manusia-Tauhid
Sementara itu kita melihat sebagian masyarakat penganut Islam masih belum memahami arti tauhid, sehingga mereka sesungguhnya masih belum merdeka dan belum menyadari status manusiawinya. Di sinilah sebenarnya letak kemandekan kebanyakan masyarakat Muslim dewasa ini. Kita bisa mengatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, stagnasi intelektual, degenerasi sosial, dan pelbagi macam kejumudan lainnya yang diderita oleh masyarakat Muslim, sesungguhnya berakar pada kemerosotan tauhid. Oleh karena itu, untuk melakukan restorasi dan rekontruksi manusia-Muslim, baik secara individual maupun kolektif, tauhid adalah masalah pertama dan terpenting untuk segera dipergeser dan diluruskan. Dengan demikian, jelas bahwa anjuran sekularisasi, mislanya untuk memperbaharui pemahaman Islam, adalah suatu ajakan yang tidak mempunyai dasar dalam Islam, dan akan membuat kemerosotan umat menjadi lebih parah.
Suatu hal yang tidak bisa kita lupakan ialah bahwa komitmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan Tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah ini memberikan visi kepad manusia-tauhid untuk membentuk suatu masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar